Pati, Infojateng – Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, tetap berjalan meskipun pendanaan dari pemerintah pusat telah dihentikan sejak tahun 2015. Kepastian ini disampaikan langsung oleh Manajer Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Trangkil, Waidi Prasetyo.
Menurut Waidi, program pemberdayaan perempuan tersebut telah diluncurkan sejak 2009 sebagai bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Program ini mencakup tiga komponen utama, yakni simpan pinjam, peningkatan kualitas hidup (PKH), dan pembangunan sarana prasarana.
“Meski dana pusat sudah berhenti, kami tetap menjalankan program pemberdayaan perempuan ini,” tegas Waidi saat ditemui Info Jateng.
Ia mengungkapkan, pada awal pelaksanaan, UPK Trangkil menerima dana awal sebesar Rp2 miliar dari pemerintah pusat melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, yang saat itu bekerja sama dengan Bank Dunia. Dari total dana tersebut, sekitar 30–40 persen dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan program SPP di Trangkil.
Dana yang diterima UPK kemudian dikelola dan digulirkan kembali kepada kelompok perempuan sebagai pinjaman modal usaha. Meskipun sejak 2015 pendanaan dari pusat dihentikan menyusul berakhirnya program PNPM Mandiri Perdesaan secara nasional, UPK Trangkil tetap melanjutkan pengelolaan dana secara mandiri.
“Kami bertekad mempertahankan kelangsungan program ini dengan memanfaatkan sumber dana lokal,” jelas Waidi. Ia menambahkan bahwa langkah tersebut sejalan dengan arahan dari Kementerian Desa PDTT yang menyebutkan bahwa pengelolaan dana bergulir ke depan memerlukan mekanisme baru setelah berakhirnya PNPM secara de facto.
Mekanisme pencairan dana SPP kini dilakukan melalui tahapan verifikasi proposal dan pembahasan oleh tim pendanaan UPK. Setiap kelompok perempuan yang ingin mengakses dana wajib mengajukan proposal terlebih dahulu, yang kemudian akan diverifikasi dan dibahas sebelum dicairkan.
“Respons masyarakat, khususnya kelompok perempuan, sangat positif terhadap keberlanjutan program ini,” ungkapnya.
Terkait dengan pendampingan, Waidi menjelaskan bahwa para fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan di tingkat desa saat ini sudah tidak aktif lagi, mengingat kontrak kerja mereka berakhir pada akhir 2014.
Ia juga menyebut, tidak semua wilayah di Kabupaten Pati mendapat alokasi dana PNPM Mandiri Perdesaan. Empat kecamatan, yakni Margoyoso, Tayu, Pati, dan Juwana, tidak termasuk dalam cakupan program tersebut karena dikategorikan sebagai wilayah perkotaan. Mereka justru mengikuti skema berbeda melalui PNPM Mandiri Perkotaan, yang memiliki regulasi tersendiri. (san/redaksi)
Leave a Reply